KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah serta
inayah-Nya yang telah memberikan kekuatan kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan Makalah Sejarah Indonesia mengenai “ Corak Kehidupan Masyarakat
Praaksara”. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan Allah Subkhanahu Wataala senantiasa meridhoinya, amin.
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………….
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………...
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………….
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..............................................................................................
BAB II.
PEMBAHASAN
A.
Pola hunian......................................................................................................
B. Pembabakan
zaman praaksara berdasarkan ciri kehidupan............................
C.
Sistem kepercayaan........................................................................................
BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN..............................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Wilayah
Indonesia merupakan wilayah yang memilki letak yang strategis, sehingga tidak heran
jika terjadi akulturasi beragam budaya yang terjadi sejak zaman nenek moyang
sampai zaman era global saat ini.
Letak
yang strategis tersebut sangat didukung oleh sumber daya manusianya. Untuk
mempelajari kehidupan manusia saat ini tidak ada salahnya kita merunutnya
sampai pada masa silam yaitu masa praaksara.
Kehidupan
manusia pada zaman praaksara senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
Semua itu bertahap dan melalui proses yang sangat lama.
Tentunya
corak kehidupan yang saat ini kita lakukan adalah kembangan dari corak
kehidupan pada zaman praaksara. Untuk itu marilah kita menelaah “Corak
Kehidupan Masyarakat Praaksara”
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pola
Hunian
Air adalah kebutuhan utama manusia dalam bertahan
hidup. Manusa lebih baik kelaparan daripada kehausan. Oleh sebab itu, air
sangat dibutuhkan manusia sejak dahulu sampai sekarang. Hal itu juga yang
mempengaruhi pola kehidupan manusia sejak dahulu. Suatu tempat apabila mengandung
sumber air biasanya tanahnya subur dan tanamanpun hidup subur. Di daerah sumber
air juga banyak didatangi hewan dan ikan. Hal inilah yang menjadi dasar utama
bahwa manusia purba hidup di dekat sungai atau sumber air lainnya. Keberadaan
air juga dapat dijadikan sarana
penghubung atau transportasi
untuk dapat melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain itu,
mereka juga memanfaatkan gua-gua di sekitar aliran air sungai untuk dijadikan
tempat tinggal.
Hal
tersebut di perkuat dengan penemuan barang-barang dan sisa-sisa peralatan yang
ditemukan di dekat sungai. Pola hunian manusia purba memperli-hatkan dua
karakter, yaitu kedekatan dengan sumber air dan hidup di alam terbuka.
Ketika
persediaan makanan di daerah yang mereka huni menipis, manusia purba akan
segera berpindah tempat mencari daerah yang memiliki banyak persediaan sumber
makanan. Pola tersebut terus berlangsung hingga manusia purba menemukan cara
bercocok tanam. Setelah bercocok tanam mereka mulai hidup menetap. Selain bercocok
tanam menusia purba juga mulai memelihara dan beternak binatang.
2. Pembabakan
zaman praaksara berdasarkan ciri kehidupan
Berdasarkan penemuan-penemuan hasil
kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang berbeda antara satu masa dengan
yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara menurut para ahli
sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
§ Masa
berburu dan mengumpulkan makanan.
§ Masa
bercocok tanam.
§ Masa
perundagian.
-
Masa berburu dan
mengumpulkan makanan
Pada masa ini, kehidupan manusia hanya
terpusat pada upaya mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang penuh
tantangan dengan kemampuannya yang sangat terbatas. Kegiatan pokoknya adalah
berburu dan mengumpulkan makanan, dengan peralatan dari batu, kayu, dan tulang.
A. Masa
berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
a. Teknologi
Teknologi pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana, hanya mengutamakan segi praktis sesuai
dengan tujuan penggunaannya saja, namun lama kelamaaan ada penyempurnaan
bentuk,
Di Indonesia dikenal dua macam teknik
pokok, yaitu teknik pembuatan perkakas batu yang disebut tradisi kapak perimbas
dan tradisi serpih. Pada perkembangan berikutnya ditemukan alat-alat dari
tulang dan tanduk. Alat-alat dari batu yang digunakan sebagai perkakas zaman
praaksara dapat digolongkan menjadi :
1) kapak
perimbas,2) kapak genggam
b. Kehidupan sosial
Manusia purba semenjak Pithecanthropus
hingga Homo Sapiens dari Wajak, menggantungkan kehidupannnya pada kondisi alam.
Daerah sekitar tempat tinggalnya harus memberikan persediaan makanan dan air
yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya. Mereka hidup berkelompok dengan
pembagian tugas, bahwa yang laki-laki ikut kelompok berburu dan yang perempuan
mengumpulkan makanan dari tumbuhan dan hewan-hewan kecil. Selain itu mereka
juga bekerja sama dalam hal menganggulangi seranan binatang buas maupun adanya
bencana alam yang sewaktu-waktu dapat mengusik kehidupan mereka.
B. Masa
berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
a. Keberadaan
Manusia
Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada
permulaan kala Holosin, yaitu Austromelanesoid dan Mongoloid. Mereka
berburu rusa, gajah, dan badak untuk
dimakan. Dibagian barat dan utara ada sekelompok
populasi dengan ciri-ciri terutama Austromelanesoid dengan hanya sedikit
campuran Mongoloid. Sedangkan di Jawa
hidup juga sekelompok Austromelanesoid yang lebih sedikit lagi dipengaruhi leh
unsur-unsur Mongloid. Lebih ke timur lagi, yaitu Nusa Tenggara, terdapat pula
Austromelanesoid.
b. Teknologi
Ada tiga tradisi pokok pada masa Pos
Pletosin, yaitu tradisi serpih bilah, tradisi alat tulang, dan tradisi kapak
genggam Sumatera.
c. Masyarakat
Manusia yang hidup pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjut, mendiami gua-gua terbuka atau gua payung
yang dekat dengan sumber air atau sungai sebagai sumber makanan. Mereka membuat
lukisan-lukisan di dinding gua, yang menggambarkan kegiatannya, dan juga
kepercayaan masyarakat pada saat itu.
-
Masa bercocok tanam Pada masa ini sudah mulai ada usaha untuk
bertempat tinggal menetapdi suatu perkampungan yang terdiri dari beberapa
tempat tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok. Mulai ada kerjasama
dan peningkatan unsur kepercayaan yang diharapkan adanya peningkatan
kesejahteran masyarakat dan ketentraman hidupnya.
a. Keberadaan
manusia
Pada masa ini, di Indonesia barat
mendapat pengaruh besar dari ras Mongoloid, sedangkan di Indonesia timur smpai
sekarang lebih diengaruhi oleh komponen ras Austromela-nesoid.
Kelompok manusia sudah lebh banyak,
karena hasil pertanian dan peternakan sudah daat memberi makan sejumlah orang
yan lebih besar.
b. Teknologi
Masa bercocok tanam dimulai kira-kira
bersamaan dengan berkembangnnya kemahiran mengasah alat dari batu dan mulai
dikenalnya teknologi pembutan gerabah. Alat yang terbuat dari batu yang biasa
diasah adalah
1) beliung,
2) kapak
batu,
3) mata
tombak.
-
Masa perundagian
Sebagai salah satu dampak kehidupan
menetap adalah bahwa manusia mulai semakin berkembang cara berpikirnya,
sehingga mulai mampu menemukan cara membuat perkakas dari logam. Penemuan logam
mendorong manusia menciptakan perkakas-perkakas untukmkebutuhan sehari-hari.
Pengolahan logam memerlukan keahlian khusus, sehingga kemudian berkembang
menjadi mata pencaharian untuk kelompok masyarakat tertentu.
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan membuat model terlebih dahulu dari lilin. Perkakas lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat basah yang bagian atas dan bawahnya diberi lubang, selanjutnya dikeringkan dan kemudian dibakar. Pada saat dibakar, lilin melelh dan meninggalkan rongga. Rongga pada tanah liat tadi kemudian diisi dengan cairan logam, dan setelah dingin, tanah liat dipecah maka jadilah perkakas dari logam. teknik ini tidak ekonomis karena hanya menghasilkan satu perkakas dari setiap model. Maka kemudian dikembangkan teknik bivalve, yaitu membuat perkakas dengan cetak masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan dipakai berulang-ulang.
Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong; candrasa; nekara; mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari logam lainnya
Pembuatan perkakas dari logam menggunakan dua teknik, yaitu a cire perdue dan bivalve.
Pembuatan perkakas dengan teknik a cire perdue, caranya dengan membuat model terlebih dahulu dari lilin. Perkakas lilin kemudian dibungkus dengan tanah liat basah yang bagian atas dan bawahnya diberi lubang, selanjutnya dikeringkan dan kemudian dibakar. Pada saat dibakar, lilin melelh dan meninggalkan rongga. Rongga pada tanah liat tadi kemudian diisi dengan cairan logam, dan setelah dingin, tanah liat dipecah maka jadilah perkakas dari logam. teknik ini tidak ekonomis karena hanya menghasilkan satu perkakas dari setiap model. Maka kemudian dikembangkan teknik bivalve, yaitu membuat perkakas dengan cetak masal, yaitu dibuat cetakan batu dengan tutup yang bisa dibuka dan dipakai berulang-ulang.
Perkakas yang dihasilkan pada zaman perundagian: kapak corong; candrasa; nekara; mokko; bejana; dan barang-barang perhiasan dari logam lainnya
3. Sistem
Kepercayaan
Sistem kepercayaan mulai muncul pada
zaman Neolithikum. Pada zaman ini, masyarakat purba sudah memahami adanya
kehidupan setelah mati. Mereka juga meyakini adanya hubungan antara orang hiup
dan roh yang telah meninggal. Berkaitan dengan peristiwa itu maka kegiatan
ritual yang paling menonjol adalah upacara penguburan sebagai bentuk kehormatan
terakhir pada orang yang meninggal.
Bukti adanya sistem kepercayaan padazaman batu adalah terlihat melalui peninggalan berupa tugu-tugu batu atau bangunan Megalithikum yang letaknya beradadi pucak bukit, dilereng gunung atau bangunan yang lebih tinggi dari daratan sekitarnya. Hal ini muncul dari anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada di suatu tempat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, selain ada upacara-upacara penguburan pada zaman tersebut telah muncul upacara-upacarauntuk mendirikan bangunan suci atau kebudayaan Megalithikum (Batu Besar) yang meliputi bangunan berikut ini.
Bukti adanya sistem kepercayaan padazaman batu adalah terlihat melalui peninggalan berupa tugu-tugu batu atau bangunan Megalithikum yang letaknya beradadi pucak bukit, dilereng gunung atau bangunan yang lebih tinggi dari daratan sekitarnya. Hal ini muncul dari anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada di suatu tempat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, selain ada upacara-upacara penguburan pada zaman tersebut telah muncul upacara-upacarauntuk mendirikan bangunan suci atau kebudayaan Megalithikum (Batu Besar) yang meliputi bangunan berikut ini.
A. Menhir
Menhir
adalah bangunan berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh
nenek moyang. Bentuk menhir ada yang berdiri tunggal juga ada yang berdiri
berkelompok, ada pula yang dibuat bersama bangunan lain seperti punden
berundak-undak. Namun, bangunan menhir yang dibuat oleh masyarakat praaksara
tidak berpedoman kepada satu bentuk saja. Lokasi tempat yang ditemukan menhir
di Indonesia adalah Pasemah (Sumtera Selatamn), Sulawesi tenah dan Kalimantan.
B. Punden
Berundak-undak.
Punden
berundak-undak adalah banguna dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya
sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang. Bangunan tersebut dianggap
sebagai bangunan suci. Lokasi tempat penemuanny adalah Lebak Sibedug/Banten
Selatan dan Lerengg Bukit Hyang di Jawa Timur.
C. Dolmen
Dolmen
merupakan meja dari batu yang fungsinya sebagai tempat meletakan sesaji untuk
pemujaan. Adakalanya dibawah dolmen dipkai untuk meletkkan mayat. Agar mayat
tersebut tidak dimakan binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat
tertutup rapat oleh batu. Dolmen yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
mayat disebut kuburn batu. Lokasi penemuan dolmen, antara lain Cupari Kuningan,
Jawa Barat, Bondowoso, Jawa Timur, Merawan, Jember, Jatim, Pasemah Sumatera,
dan NTT. Bagi masyarakat Jawa Timur, dolmen yang dibayahnya digunakan sebagai
kuburan lebih dikenal dengan sebutan pandhusa atau makan Tionghoa.
D. Sarkofagus.
Sarkofagus
adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya
menyerupai lesung dar batu utuh yang diberi tutup. Umumnya sarkofagus yang
ditemukn mayat di dalamnya dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan,
dan benda-benda dari perunggu atau besi. Daerah penemuan sarkofagusa adalah
Bali. Menurut masyarakat Bali, sarkofagus memiliki kekuatan gaib. Berdasarkan
pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejk zaman logam.
E. Peti
Kubur.
Peti
kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Peti kubur dibuat
dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang
dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga barasal dari papan batu. Daerah
penemuan pati kubur tersebut adalah Cepari kuningan, Cirebon, Wonosari, dan
Cepu. Di dalam kubur batu juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak,
alat-alat perunggu dan besi, serta manik-manik.
Kesimpulan
1.
Manusia
praaksara memilih tempat tinggal yang dekat dengan persediaan air. Mereka mulai
tinggal menetap pada masa bercocok tanam.
2.
Pembabakan
corak kehidupan masyarakat praaksara ada tiga, yaitu :
a.
Masa
berburu dan meramu
b.
Masa
bercocok tanam
c.
Masa
perundagian
3.
Sistem
kepercayaan masyarakat praaksara muncul pada zama Neolitikum, pada saat
masyarakat praaksara sudah mengenal bahwa adanya kehidupan setelah mati.
1 komentar so far
Sangat bermanfaat. Ijin Copas kak
EmoticonEmoticon