SEJARAH
KERAJAAN HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA
ANGGOTA KELOMPOK
KELAS : X MIPA 4
· Dwi Aprilyanto (9)
· Laela Yustratiningtyas (16)
· Luthfi Nabila N.A (18)
· Muhammad Yafi Zhafran (20)
SMA NEGERI 1 PURWOREJO
TAHUNPELAJARAN 2015/2016
SEJARAH
KERAJAAN HINDU DAN BUDHA DI INDONESIA
ANGGOTA KELOMPOK
KELAS : X MIPA 4
· Dwi Aprilyanto (9)
· Laela Yustratiningtyas (16)
· Luthfi Nabila N.A (18)
· Muhammad Yafi Zhafran (20)
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami
panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan serta rahmatNya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Sejarah kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia”.
Makalah ini disusun dalam rangka
pemenuhan tugas mata pelajaran sejarah kelas X tahun pelajaran 2015/2016.Makalah
ini dapat terselesaikan berkat bantuan bebagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan
terima kasih yang sangat banyak kepada :
1.
Kepala
SMA Negeri 1 Purworejo.
2.
Bapak/ibu
guru dan staf karyawan/ti TU SMA Negeri
1 purworejo, khususnya bapak Muji Waluyo,S.pd. selaku guru pembimbing kami
dalam mata pelajaran Sejarah Indonesia.
3.
Kedua
orang tua kami.
4.
Teman –
teman kelas X MIPA 4.
Dalam penyusunan makalah ini, tentu
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
bersifat membangun dan inovatif sangat kami harapkan.Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Purworejo,
30 Juli 2015
Tim
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................................
i
Kata Pengantar
..........................................................................................................
ii
Daftar Isi
...................................................................................................................
iii
BAB I . Pendahuluan
..................................................................................................
1
BAB II. Pembahasan
..................................................................................................
2
A.
Kerajaan
Kutai..........................................................................................2
B.
Kerajaan
Tarumanegara.............................................................................3
C.
Kerajaan
Kalingga atau Holing ................................................................4
D.
Kerajaan
Sriwijaya
...................................................................................5
E.
Kerajaan
Mataram Kuno ..........................................................................6
F.
Kerajaan
Medang Kamulan ( Kahuripan )
........................................... ....7
G.
Kerajaan
Kediri ........................................................................................7
H.
Kerajaan
Singasari
...................................................................................8
I.
Kerajaan
Majapahit ..................................................................................9
J.
Kerajaan
Tulang Bawang
.........................................................................11
K.
Kerajaan
Kota Kapur ...............................................................................12
L.
Kerajaan
Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali
................12
BAB III. Penutup ........................................................................................................14
A.
Kesimpulan
.............................................................................................14
B.
Saran
........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Agama Hindu dan Budha berasal dari India. Kedua agama
tersebut masuk dan dianut oleh penduduk di berbgai wilayah nusantara pada waktu
yang hampir bersamaan, sekitar abad ke empat, bersamaan dengan mulai
berkembangnya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina. Sebelum
pengaruh Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, diperkirakan penduduk Indonesia
menganut kepercayaan dinamisme dan
animisme.
animisme.
Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh para bhiksu,
sedangkan mengenai pembawa agama Hindu ke Indonesia terdapat 4 teori sebagai
berikut :
· Teori ksatria (masuknya agama Hindu
disebarkan oleh para ksatria)
· Teori waisya (masuknya agama Hindu
disebarkan oleh para pedagang yang berkasta waisya)
· Teori brahmana (masuknya agama
Hindu disebarkan oleh para brahmana)
· Teori campuran (masuknya agama
Hindu disebarkan oleh ksatria, brahmana, maupun waisya)
Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah
ditemukannya Arca Budha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan. Antara abad
ke 4 hingga abad ke 16 di berbagai wilayah nusantara berdiri berbagai kerajaan
yang bercorak agama Hindu dan Budha. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain:
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura)
merupakan kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara Kaman,
Kalimantan Timur. Diperkirakan kerajaan kutai merupakan kerajaan Hindu tertua
di Indonesia. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Diduga ia belum menganut
agama Hindu.
Peninggalan terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti
Yupa, dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah
satu Yupa mengatakan bahwa “Maharaja Kundunga mempunyai seorang putra bernama
Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai
tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah Mulawarman.” Salah satu
prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa
Syiwa.
B. Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya
dengan Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya,
Dharmayawarman (382 – 395). Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang
ketiga (395 – 434 M). Menurut Prasasti Tugu pada tahun 417 ia memerintahkan
penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).
Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah
prasasti. Lima diantaranya ditemukan di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa
Tugu, Bekasi dan satu lagi ditemukan di desa Lebak, Banten Selatan.
Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Prasasti Kebon Kopi,
2.
Prasasti Tugu,
3.
Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4.
Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5.
Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6.
Prasasti Jambu, Bogor
7.
Prasasti Pasir Awi, Bogor.
C.
Kerajaan Kalingga atau Holing
Keberadaan kerajaan ini diketahui dari kitab sejarah Dinasti Tang (618-906). Diperkirakan Kerajaan Ho-ling atau Kaling terletak di Jawa Tengah
Nama ini diperkirakan berasal dari nama sebuah kerajaan di India Talingga. Tidak ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dari kerajaan ini. Menurut berita Cina, kotanya dikelilingi dengan pagar kayu rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap; tempat duduk sang raja terbuat dari gading. Orang-orangnya sudah pandai tulis-menulis dan mengenali ilmu perbinatangan. Dalam berita Cina tersebut adanya ratu His-mo atau sima, yang memerintah pada tahun 674. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas. Pada masa ini, agama Buddha berkembang bersama agamaa Hindu. Hal ini dapat terlihat dengan datangnya pendeta Cina Hwi Ning di Kaling dan tinggal selama 3 tahun. Dengan bantuan seorang pendeta setempat yang bernama Jnanabhadra, Hwi Ning menerjemahkan kitab Hinayanaa dari bahasa Sanskerta.
D. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.
Nama ini diperkirakan berasal dari nama sebuah kerajaan di India Talingga. Tidak ditemukan peninggalan yang berupa prasasti dari kerajaan ini. Menurut berita Cina, kotanya dikelilingi dengan pagar kayu rajanya beristana di rumah yang bertingkat, yang ditutup dengan atap; tempat duduk sang raja terbuat dari gading. Orang-orangnya sudah pandai tulis-menulis dan mengenali ilmu perbinatangan. Dalam berita Cina tersebut adanya ratu His-mo atau sima, yang memerintah pada tahun 674. Beliau terkenal sebagai raja yang tegas, jujur, dan bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas. Pada masa ini, agama Buddha berkembang bersama agamaa Hindu. Hal ini dapat terlihat dengan datangnya pendeta Cina Hwi Ning di Kaling dan tinggal selama 3 tahun. Dengan bantuan seorang pendeta setempat yang bernama Jnanabhadra, Hwi Ning menerjemahkan kitab Hinayanaa dari bahasa Sanskerta.
D. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak agama Budha. Raja yang pertamanya bernama Sri Jaya Naga, sedangkan raja yang paling terkenal adalah Raja Bala Putra Dewa.
Letaknya yang strategis di Selat Malaka (Palembang) yang
merupakan jalur pelayaran dan perdagangan internasional.Keadaan alam Pulau
Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan keadaan sekarang.
Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh karena itu Pulau
Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang, sebaliknya Selat
Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan
kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara lain sebagai berikut :
·
Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina
melintasi selat Malaka, sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
·
Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat
serangan kerajaan Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya
sebagai negara maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan
Funan.
Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui
bahwa selama tahun 690 sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh
Sriwijaya. Sekitar tahun 690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan
menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah
prasasti dari Kerajaan Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa
dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :
1. Prasasti Kedukan Bukit
2. Prasasti Talang Tuwo
3. Prasasti Kota Kapur
4. Prasasti Telaga Batu
5. Prasasti Karang Birahi
6. Prasasti Ligor
Selain peninggalan berupa prasasti, terdapat peninggalan
berupa candi. Candi-candi budha yang berasal dari masa Sriwijaya di Sumatera
antara lain Candi Muaro Jambi, Candi Muara Takus, dan Biaro Bahal, akan tetapi
tidak seperti candi periode Jawa Tengah yang terbuat dari batu andesit, candi
di Sumatera terbuat dari bata merah.
Beberapa arca-arca bersifat budhisme, seperti berbagai arca
budha dan bodhisatwa Awalokiteswara ditemukan di Bukit Seguntang, Palembang,
Jambi, Bidor, Perak dan Chaiya.
Pada masa pemerintahan Bala Putra Dewa Sriwijaya menjadi
pusat perdagangan sekaligus pusat pengajaran agama Budha. Sebagai pusat
pengajaran Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari
negara-negara di Asia. Antara lain pendeta dari Tiongkok I Tsing, yang
melakukan kunjungan ke Sumatera dalam perjalanan studinya di Universitas
Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya
menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama
Buddha. Pengunjung yang datang ke pulau ini menyebutkan bahwa koin emas telah
digunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana
dan Buddha Mahayana juga turut berkembang di Sriwijaya.
Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan
kemakmuran. Walaupun demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang
bangsa lain menyerang Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab kemunduran dan
keruntuhan :
·
Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
·
Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah
oleh Raja Rajendracoladewa.
·
Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja
Kertanegara, 1275 – 1292.
·
Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
·
Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman
atas perintah Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan
Majapahit.
E. Kerajaan Mataram Kuno ( Hindu-Budha
)
Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang
berangka tahun 732 Masehi yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa)
diperintah oleh Raja Sanna. Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya.
Sanjaya adalah putra Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu) yang di
dikeluarkan oleh Raja Balitung pada tahun 907 memuat daftar raja-raja keturunan
Sanjaya, sebagai berikut :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa
Raja Dharanindra membangun arca Majusri ( candi sewu). Pengganti raja
Dharanindra, adalah Samaratungga. Samaratungga digantikan oleh putrinya bernama
Pramodawardhani. Dalam Prasasti Sri Kahulunan ( gelar Pramodawardhani) berangka
tahun 842 M di daerah Kedu, dinyatakan bahwa Sri Kahulunan meresmikan pemberian
tanah untuk pemeliharaan candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa
pemerintahan Samaratungga.
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama
Hindu. Adik Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada
tahun 856 Balaputradewa berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan,
namun usahanya itu gagal. Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram
menunjukkan kemunduran. Sejak pemerintahan Raja Balitung banyak mengalihkan
perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja setelah Balitung adalah :
1. Daksa (910 – 919). Ia telah menjadi
rakryan mahamantri I hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada masa
pemerintahan Balitung.
2. Rakai Layang Dyah Tulodong (919 –
924)
3. Wawa yang bergelar Sri
Wijayalokanamottungga (924 – 929)
Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat
kerajaan kemudian dipindahkan oleh seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino)
bernama Mpu Sindok ke Jawa Timur.
F. Kerajaan Medang Kamulan (Kahuripan)
Mpu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada
masa pemerintahan Raja Wawa memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur
tersebut. Pada tahun 929 M, Mpu Sindok naik tahta dengan gelar Sri Maharaja
Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan dinasti baru,
yaitu Dinasti Isana. Pu Sindok memerintah sampai dengan tahun 947.
Pengganti-penggantinya dapat diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh
Airlangga, yaitu Prasasti Calcuta.
Berdasarkan berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja
Dharmawangsa pada tahun 990 – 992 M melakukan serangan terhadap Kerajaan
Sriwijaya. Pada tahun 1016, Airlangga datang ke Pulau Jawa untuk meminang putri
Dharmawangsa. Namun pada saat upacara pernikahan berlangsung kerajaan mendapat
serangan dari Wurawuri dari Lwaram yang bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya.
Peristiwa ini disebut peristiwa Pralaya. Selama dalam pengassingan ia menyusun
kekuatan. Setelah berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan
mengalahkan Raja Wijaya dari Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan
kekuasaan. Airlangga wafat pada tahun 1049 dan disemayamkan di Parthirtan
Belahan, di lereng gunung Penanggungan.
G. Kerajaan Kediri
Pada akhir pemerintahannya Airlangga kesulitan dalam menunjuk penggantinya, sebab Putri Mahkotanya bernama Sanggramawijaya menolak menggantikan menjadi raja. la memilih menjadi seorang pertapa. Maka tahta diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu Jayengrana dan Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya maka kerajaan di bagi dua atas bantuan Mpu Barada yaitu Jenggala dengan ibukotanya Kahuripan dan Panjalu dengan ibukotanya Daha (Kadiri).
Kisah tentang kerajaan ini termuat dalam Prasasti Banjaran (1052 M) yang menjelaskan kemenangan Panjalu atas Jenggala dan prasasti Hantang (1052 M) yang menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya. Selain itu, ada kakawin Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Panuluh tahun 1156 M yang menceritakan kemenangan Kediri/Panjalu atas Janggala. Berita Cina yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-ku-fei tahun 1178 M dan kitab Chu-fan-chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M.
Raja pertama yang muncul dalam pentas sejarah adalah Sri Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka tahun 1104 M. Selanjutnya berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah sebagai berikut : Kameswara (±1115 – 1130), Jayabaya (±1130 – 1160), 1135), Sarweswara (±1160 – 1170), Aryyeswara (±1170 – 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan Kertajaya (1200 – 1222).
Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan Kertajaya. Ken Arok dengan bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan Kertajaya di Ganter (Pujon, Malang).
H. Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab
Pararaton Ken Arok digambarkan sebagai seorang pencuri dan perampok yang sakti,
sehingga menjadi buronan tentara Tumapel. Setelah mendapatkan bantuan dari
seorang Brahmana, Ken Arok dapat mengabdi kepada Akuwu (bupati) di
Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung
tahun, Ken Arok menggantikannya sebagai penguasa Tumapel. Ia juga menjadikan
Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel
masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kadiri.
Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok
berusaha untuk melepaskan diri dari Kediri. Pada tahun 1222 M terjadilah perang
Ganter antara Ken Arok dengan Kertajaya. Akhirnya Ken Arok berhasil mengalahkan
Kertajaya, raja Kadiri terakhir di ganter (pujon, Malang). Ia kemudian
naik tahta sebagai raja Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti
Girinda.
Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra
bernama Anusapati hasil pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari
istri yang lain, yaitu Ken Umang, Ken Arok mempunyai seorang putra bernama
Tohjaya. Pada tahun 1227, Ken Arok dibunuh oleh Anusapati. Hal ini dilakukan
sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung. Anusapati mengantikan
berkuasa di Singasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya ia
dibunuh oleh Tohjaya, juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat
singkat. Ia kemudian terbunuh oleh Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun
1248 Ranggawuni naik tahta dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Pada tahun 1254
Wisnuwardhana mengangkat putranya Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Raja Muda.
Wisnuwardana wafat pada tahun 1268 di Mandragiri.
Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja
terbesar kerajaan Singasari. Kertanegara merupakan raja pertama yang
bercita-cita menyatukan Nusantara. Pada tahun 1275, Kertanegara mengirimkan
Ekspedisi Pamalayu ke Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo Anabrang. Ekspedisi
ini bertujuan menuntut pengakuan Sriwijaya dan Malayu atas kekuasaan Singasari.
Ekspedisi ini juga untuk mengurangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina di
Nusantara.
Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol
tersebut. Oleh karena itu pada tahun 1289 Kubilai Khan mengirimkan utusan
bernama Meng-chi menuntut Singasari mengakui kekuasaan Kekaisaran Mongol atas
Singasari. Kertanegara menolak tegas, bahkan utusan Cina itu dilukai mukanya.
Perlakukan tersebut dianggap sebagai penghinaan dan tantangan perang.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol
pasukan Singasari disiagakan dan dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di
Laut Cina Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota lemah. Hal ini dimanfaatkan
oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara, diantaranya
Jayakatwang penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati Madura). Pasukan Kediri
berhasil menduduki istana dan membunuh Kertanegara.
I.
Kerajaan Majapahit
Setelah Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden
Wijaya menantu Kertanegara berhasil melarikan diri ke Madura untuk minta
bantuan Arya Wiraraja, bupati Sumenep. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya
menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya Wiraraja, Raden
Wijaya diterima dan diperbolehkan membuka hutan Tarik yang terletak di dekat
Sungai Brantas. Dengan bantuan orang-orang Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka
dan diberi nama Majapahit.
Kemudian datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar
Kubilai Khan untuk menghukum raja Jawa. Walaupun sudah mengetahui Kertanegara
sudah meninggal, tentara Tartar bersikeras mau menghukum raja Jawa. Hal ini
dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada Jayakatwang.
Jayakatwang berhasil dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak kembali
kepelabuhan, Raden Wijaya menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil
mengusir tentara Tartar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan
gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1293.
Raden Wijaya atau Kertajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra
yang dapat menggantikannya adalah Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja
Majapahit dengan gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja yang cakap. Selain itu
ia juga mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa
pemerintahannya diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.
Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan
Kuti, pada tahun 1319. Kuti berhasil menduduki ibukota Majapahit, sehingga
Jayanagara harus melarikan diri ke desa Bedander yang dikawal oleh pasukan
Bhayangkari dipimpin oleh Gajah Mada. Pemberontakan Kuti ini berhasil ditumpas
oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan.
Pada tahun 1328 Jayanagara mangkat dibunuh oleh tabib istana, Tanca. Tanca
kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Jayanagara tidak meninggalkan keturunan.
Karena Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang
berhak memerintah semestinya adalah Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gayatri
telah menjadi bhiksuni. Maka pemerintahan Majapahit kemudian dipegang oleh
putrinya Bhre Kahuripan dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani.
la menikah dengan Kertawardhana. Dari perkawinan ini lahirlah Hayam Wuruk. Pada
tahun 1331 terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Pemberontakan yang berbahaya
ini dapat ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai
Patih Mangkubumi Majapahit. Pada saat pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah
Palapa.
Pada tahun 1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri
meninggal. Sehingga Tribhuwana turun tahta. Penggantinya adalah putranya yang
bernama Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanagara. Di bawah pemerintahan Hayam
Wuruk dengan Gajah Mada sebagai Mahapatihnya, Majapahit mencapai puncak
kejayaannya. Dengan Sumpah Palapa-nya Gajah Mada berhasil menguasai seluruh
kepulauan Nusantara ditambah dengan Siam, Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa
dan Kamboja.
Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat
peristirahatannya, Madakaripura, di lereng Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada
meninggal, Hayam Wuruk menemui kesulitan untuk menunjuk penggantinya. Akhirnya
diputuskan bahwa pengganti Gajah Mada adalah empat orang menteri.
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di
Tayung daerah Berbek, Kediri. Seharusnya yang menggantikan adalah
puterinya yang bernama Kusumawardhani. Namun ia menyerahkan kekuasaannya kepada
suaminya, Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga mempunyai anak
laki-laki dari selir yang bernama Bhre Wirabhumi yang telah mendapatkan
wilayah keuasaan di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401 hubungan
Wikramawardhana dengan Wirabhumi berubah mejadi perang saudara yang dikenal
sebagai Perang Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh.
Tentu saja perang saudara ini melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak
wilayah-wilayah kekuasaannya melepaskan diri.
J.
Kerajaan Tulang Bawang
Sebelum Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan besar, diduga
di wilayah ujung Pulau Sumatra bagian selatan (Provinsi Lampung)telah berdiri
kerajaan yang bercorak hindu. Berita tentang kerajaan Tulang Bawang berasal
dari abad ke-5, yaitu dari kitab Liu-sung-Shu, sebuah kitab sejarah pada masa
pemerintahan Kaisar Liu Sung (420 – 479). Kitab ini menceritakan bahwa pada
tahun 499 M sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara bagian barat
yangbernama P’o-hung atau P’u-huang mengirimkan utusan dan upeti ke negeri
Cina. Dalam sumber sejarah Cina yang lain, yaitu kitab T’ai-p’ing-huang-yu-chi
yang ditulis pada tahun 976 M – 983 M, disebutkan bahwa kerajaan yang bernama
T’o-lang-p’p-huang yang oleh G. Ferrand disarankan untuk diidentifikasikan
dengan Tulang Bawang yang terletak di daerah pantai tenggara Pulau Sumatra, di
selatan sungai Musi.
K.
Kerajaan Kota Kapur
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota
Kapur, Pulau Bangka, pada tahun 1994, diperoleh suatu petunjuk tentang adanya
kemungkinan berdiri sebuah pusat pemerintahan sebelum kerajaan Sriwijaya
berdiri. Pusat pemerintahan ini menemukan temuan – temuan arkeologi berupa sisa
– sisa sebuah candi hindu (waisnawa)
terbuat dari batu bersama arca – arca dari batu diantaranya 2 buah arca
batu wisnu yang di buat sekitar abad 5 - 7 M. Dari peninggalan arkeologi
tersebut dapat disimpulkan bahwa kerajaan Kota Kapur bercorak Hindu Waisnawa.
Temuan lain yang
penting dari situs Kota Kapur ini adalah peninggalan berupa benteng pertahanan
yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah,
masing – masing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian
sekitar 2-3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng tersebut menunjukkan masa
antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut telah di bangun
sekitar perte ngahan abad ke- 6. Sebab keruntuhan kerajaan Kota Kapur yaitu
ekspansi kerajaan Sriwijaya ke Pulau Bangka pada akhir abad ke-7. Sriwijaya
menguasai Pulau Bangka ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di
Kota Kapur yang berangka 608 Saka (686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan
dikuasainya wilayah ini oleh Kerajaan Sriwijaya.
L.
Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali
Menurut berita dari Cina di
sebelah timur kerajaan Kalingga ada daerah Po-li atau Dwa-pa-tan yang dapat
disamakan dengan Bali. Dalam sejarah kerajaan Bali, nama Buleleng mulai
terkenal setelah periode kekuasaan Majapahit. Pada zaman kuno, sebenarnya
Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan Dinasti Warmadewa, Buleleng
diperkirakan menjadi salah satu daerah kekuasaannya. Letak kerajaan Buleleng
yang berada di sekitar pantai dengan mudah menjadikan Buleleng sebagai pusat
perdagangan laut. Perdagangan dengan daerah sebrang berkembang pesat pada masa
Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh Anak Wungsu. Hal ini diceritakan pada
prasasti yang di simpan di desa Sembiran yang berangka tahun 1065 Masehi.
Sistem perdagangannya menggunakan
sistem barter, ada yang sudah menggunakan uang yang dikenal dengan ma, su, dan
piling.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masuk dan
berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh besar di
berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah
satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan
dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun-temurun.
Kerajaan-kerajaan itu antara lain : Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan
Sriwijaya, Mataram Kuno, Kerajaan
Singhasari, Kerajaan Majapahit,
Kerajaan tulang Bawang, Kerajaan Kota Kapur, Kerajaan Buleleng, dan Kerajaan
Dinasti Warmadewa. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa
pengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan
asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami
proses erajaan penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi
kebudayaan.
B.
Saran
1. Di dunia ini kita harus saling
menghormati dan menghindari permusuhan agar tercipta kedamaian dan kemakmuran
di NKRI.
2. Kita harus belajar dari masa lalu
bahwa permusuhan adalah awal kehancuran, untuk itu marilah kita saling bersatu
agar terwujud dunia yang lebih baik.
EmoticonEmoticon