Sunday 25 October 2015

Makalah Sejarah : Interaksi Pengaruh Hindu – Budha dengan Masyarakat di Nusantara

Tags


Kata Pengantar:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Sejarah Indonesia", yang kami sajikan dari berbagai sumber.
Makalah ini memuat tentang “Interaksi Pengaruh Hindu-Budha dengan Masyarakat di Nusantara”. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Ibu Dra. Budiastuti Sumaryati selaku Kepala SMA N 1 Purworejo
2.      Bapak Muji Waluyo selaku guru pembimbing sejarah
3.      Orang tua kami yang telah memberi dorongan dan motivasi
4.      Teman-teman yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.



Purworejo, 3 Agustus 2015


            
BAB 1
PENDAHULUAN
          Kurikulum pendidikan Indonesia kembali mengalami perubahan. Kurikulum terbaru ini, diberi nama kurikulum 2013. Adapun fokus dari kurikulum ini seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan, M. Nuh dalam pengantar Buku Guru;
          “Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut”.
          Rupanya kementrian Pendidikan Indonesia berusaha untuk merubah secara menyeluruh kurikulum sebelumnya. Fokus utamanya adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Jadi, peserta didik setidaknya harus memenuhi 4 fokus tersebut di semua pelajaran yang ditentukan.
          Perubahan yang mencolok lainnya adalah diberikannya porsi lebih untuk mata pelajara Sejarah Indonesia. Jika sebelumnya pelajaran sejarah diberi porsi sedikit, maka kurikulum 2013 menjadikan pelajaran sejarah sebagai kelompok Paket A alias kelompok pelajaran wajib (untuk SMA/SMK).
          Hal serupa pernah terjadi ketika ada pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa. Pelajaran ini muncul di era 80an hingga awal 90an. Pelajaran Sejarah dipentingkan. Namun, setelahnya Pelajaran Sejarah hanya menjadi pelengkap saja. Sudah menjadi rahsia umum bahwa pelajaran sejarah identik dengan kantuk, cerita, dan hafalan. Akhirnya disepelekan.
          Porsi pelajaran sejarah sedikit. Ironinya, ketika ada tes CPNS, tes masuk perguruan tinggi, dan beberap tes lainnya, materi sejarah mendapat porsi besar. Mereka yang sebelumnya menyepelekan akhirnya kelabakan, kebingungan. Karena mereka tidak siap untuk menghadapi kenyataan bahwa materi Sejarah muncul pada tes.
Sejarah Indonesia bukan berisi materi pembelajaran yang dirancang hanya untuk mengasah kompetensi pengetahuan peserta didik. Sejarah Indonesia adalah mata pelajaran yang membekali peserta didik dengan pengetahuan tentang dimensi ruang-waktu perjalanan sejarah Indonesia, keterampilan dalam menyajikan pengetahuan yang dikuasainya secara konkret dan abstrak, serta sikap menghargai jasa para pahlawan yang telah meletakkan pondasi bangunan negara Indonesia beserta segala bentuk warisan sejarah, baik benda maupun takbenda. Sehingga terbentuk pola pikir peserta didik yang sadar sejarah.
          Dari sana terlihat bahwa menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotik serta cinta tanah air menjadi fokus pembelajaran. Mengapa demikian? karena saat ini, kita sudah lupa akan hal itu. Dan sikap; rasa nasionalisme mulai luntur atau bahkan bisa dikatakan lenyap. 
          Cara mengetesnya gampang, coba tanyakan kepada diapa saja disekitar anda tentang bunyi teks Pancasila!?. Bahkan tidak sedikit dari pejabat pemerintah dan wakil rakyat kita yang terhormat itu, tidak hapal tentang bunyi teks Pancasila.
          Golongan pemuda pun sama saja. Mereka cenderung apatis; tidak peduli dengan hal-hal yang berbau nasionalisme. Apalagi dengan kemunculan generasi ‘alay’. Hari-hari mereka hanya diisi dengan hura-hura.
          Nah, Kurikulum 2013 menugaskan kepada guru Sejarah untuk mengembalikan rasa nasionalisme yang telah memudar. Penanaman akar nasionalisme dengan cara menggali sejarah, kemudian dipupuk dengan ilmu pengetahuan lainnya. Agar ‘tanaman’ muda itu bisa tumbuh menjadi tanaman yang kokoh, kuat menahan hempasan badai, dan sekaligus mampu menjadi tempat berteduh.



Interaksi Pengaruh Hindu-Budha dengan Masyarakat di Nusantara.
Secara geografis Indonesia terletak dilintas jalur perdagangan internasional melalui jalur laut yaitu India-Indonesia-Cina dan sebaliknya. Hal itu telah di mulai sejak abad pertama Masehi. Berdasarkan bukti-bukti temuan arkeologis, diperkirakan hubungan dagang antara indonesia dan India lebih dahulu berkembang daripada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina. Fakta tentang “Proses Interaksi Pengaruh Hindu – Budha dengan Masyarakat Indonesia” sebagai daerah yang dilalui jalur perdagangan memungkinkan bagi para pedagang India untuk menetap tinggal di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia guna menunggu musim yang baik. Mereka pun melakukan interaksi dengan penduduk setempat di luar hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan agama Hindu-Budha di Indonesia dapat dibedakan atas 3 periode sebagai berikut.
1.     Periode Awal (Abad V-XI M)
Pada periode ini, unsur Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa serta menonjol sedang unsur atau ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak ditemukannya patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa, dan Budha di kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara dan Mataram Kuno.
2.    Periode
Tengah (Abad XI-XVI M)
Pada periode ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal tersebut disebabkan karena unsur Hindu-Budha melemah sedangkan unsur Indonesia kembali menonjol sehingga keberadaan ini menyebabkan munculnya sinkretisme (perpaduan dua atau lebih aliran). Hal ini terlihat pada peninggalan zaman kerajaaan Jawa Timur seperti Singasari, Kediri, dan Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana yaitu suatu aliran religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan Indonesia asli dengan agama Hindu-Budha.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
3.    Periode Akhir (Abad XVI-sekarang)
Pada periode ini, unsur Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan periode sebelumnya, sedangkan unsur Hindu-Budha semakin surut karena perkembangan politik ekonomi di India. Di Bali kita dapat melihat bahwa Candi yang menjadi pura tidak hanya untuk memuja dewa. Roh nenek moyang dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa dalam agama Hindu sebagai manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben sebagai objek pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan lagi dari India. Masuknya suatu kebudayaan asing ke dalam lingkup suatu masyarakat dapat menimbulkan tiga kemungkinan: kedua kebudayaan itu akan berakulturasi, berjauhan, atau salah satu hancur.
Akulturasi kebudayaan adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang melakukan kebudayaan baru. Akulturasi budaya Hindu-Buddha India dengan budaya asli Nusantara secara damai melahirkan budaya baru yang disebut budaya Hindu-Buddha Nusantara. Menghadapi proses akulturasi tersebut, menurut para ahli, bangsa Indonesia bersikap pasif maupun aktif. Pada awalnya bersikap pasif menerima ajaran-ajaran baru, di kemudian hari aktif mencari ilmu hingga mengirim pelajarnya ke luar negeri dan mengundang brahmana dari luar negeri untuk memberi pelajaran.
Beberapa hal yang menjadi alasan diterimanya kebudayaan lain dari Hindu Budha ini adalah sebagai berikut:
Masyarakat Indonesia memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki apa yang disebut dengan istilah Local Genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolahnya sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Akulturasi dari kebudayaan lama dengan Hindu-Budha dapat dilihat dari:
1.     Segi Sosial
Sebelum masuknya Hindu-Budha ke Nusantara masyarakat belum mengenal dengan apa yang namanya sistem pembagian masyarakat atau kasta. Semua masyarakat pada masa itu memiliki kedudukan yang sama dan masih hidup dalam suatu kelompok-kelompok tertentu.  Namun setelah masuknya unsur baru yang berupa Hindu-Budha  ini kemudian masyarakat pada masa itu kehidupan sosialnya berubah dan dibedakan atas sistem kasta.
2.     Sistem Pemerintahan 
Pada masa sebelum masuknya Hindu-Budha masyarakat Nusantara mengenal sistem pemerintahan yang dipimpin oleh kepala suku dan juga keturunannya. Kepala suku dipilih masyarakat atas kemampuannya dalam berbagai hal misalnya kemampuan untuk mengalahkan musuh ataupun juga dalam berburu hewan. Namun setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha, sistem pemerintahan berubah namun masih juga memiliki unsur budaya lokal, perubahan ini menjadikan seorang raja memimpin sebuah wilayah atau negara. Perkembangan itu menyesuaikan dengan yang ada di India karena India merupakan daerah awal dimana Hindu-Budha tumbuh. Contohnya  ialah  nama Raja Kutai yang pertama pada saat itu adalah Kudungga yang merupakan nama orang asli penduduk pribumi pada masa itu, Kudungga merupakan seorang kepala suku.  Namun setelah itu nama anak dari Kudungga yaitu Aswawarman merupakan nama yang sudah mendapat pengaruh India. Selain pemerintahan juga mendapat pengaruh dari India yang dari kesukuan menjadi  sebuah kerajaan.
3.        Kesenian 
Di dalam kesenian ini akulturasi sangat terlihat jelas seperti contohnya pada seni rupa ataupun patung dan juga relief yang ada di Nusantara dulu sepeti pada relief di Candi Borobudur yang menceritakan tentang bagaimana perjalanan Sang Budha Gautama. Bentuk akulturasi dari kebudayaan ini dapat dilihat dari relief yang menggambarkan tentang keadaan alam dan  geografis dari wilayah Nusantara sendiri di masa lalu seperti adanya hiasan burung merpati ataupun juga hiasan tentang gambar dari perahu bercadik yang tidak kita temukan di India.

Dalam seni sastra akulturasi nampak jelas  seperti pada Sastra Jawa yang mengalami proses akulturasi dengan kebudayaan India. Proses ini terjadi dengan penyerapan unsur-unsur kebudayaan India terlihat dari prasasti yang menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta. Namun seiring dengan bentuk akulturasinya dengan budaya lokal kemudian dari huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta ini dikembangkan ke dalam Bahasa Jawa Kuna ataupun bahasa yang lainnya yang masih dalam satu  konteks bahasa.
4.        Sistem Penanggalan
Kalender atau sistem penanggalan yang ada di Nusantara yaitu yang menggunakan tahun Saka merupakan sistem penanggalan yang mendapat pengaruh dari budaya yang ada di India. Tidak diketahui pasti kapan nenek moyang mengenal sistem penanggalan dengan tahun saka ini. Namun diduga orang India mengenalkan unsur-unsur kebudayaan tentang penanggalan ini sejak menjelang abad ke 5 M yang kemudian diterapkan dalam kehidupan  sehari-hari. Ini dapat dilihat Prasasti Tugu yang dikeluarkan Raja Purnawarman dari Tarumanegara yang menyebutkan unsur-unsur penanggalan yakni tanggal 8 paruh gelap, bulan Phalgina dan 13 paruh terang bulan Caitra. Penanggalan yang dilakukan oleh Purnawarman adalah untuk menandai pembangunan Sungai Gomati. Sebelum mengenal sistem penanggalan Saka, nenek moyang dulu menggunakan rasi bintang sebagai penanda misalnya para petani dulu untuk melihat perubahan musim dalam setahun biasanya menggunakan gugusan bintang Weluku yang biasanya sekarang ini nampak pada Bulan September sampai Maret. Namun setelah masuknya Hindu-Budha, sistem penanggalan kemudian mendapat pengaruh yang signifikan yakni dengan menggunakan tahun Saka sebagai sistem penanggalan yang digunakan oleh masyarakat setempat.
5.        Arsitektur
Dalam segi arsitektur yang ada semacam penyempurnaan bangunan setelah masuknya budaya Hindu-Budha. Pada awalnya masyarakat Indonesia sebelum masuknya budaya Hindu-Budha sudah mengenal tentang sistem arsitektur atau bangunan. Ini dapat dilihat dari adanya punden berundak yang sering dikaitkan dengan budaya Animisme dan Dinamisme atau pemujaan terhadap leluhur mereka. Namun seiring dengan adanya budaya Hindu-Budha yang masuk ke wilayah Nusantara, budaya nenek moyang itu mengalami perkembangan yang signifikan.
Perkembangan itu dapat dilihat dari Candi Borobudur ataupun juga bangunan di akhir masa Majapahit (abad 14 candi-candi di lereng Penanggungan, Arjuna, Lawu) dibangun dengan mengambil bentuk pundek berundak meskipun Majapahit  merupakan kerajaan bercorak Budha. Ini dapat membuktikan adanya suatu bentuk akulturasi antara budaya asli nenek moyang dengan pengaruh Hindu-Budha.
6.        Bidang Pendidikan
Masuknya Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan. Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca dan tulis.
Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu : 
·         Dengan digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam
kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan dari bahasa Sansekerta.
·         Telah dikenal juga sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan
sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di berbagai kerajaan di Indonesia.
·         Bukti lain tampak dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi
yang merupakan interpretasi kisah-kisah dalam budaya Hindu-Budha. Contoh :
· Empu Sedah dan Panuluh dengan karyanya Bharatayudha
· Empu Kanwa dengan karyanya Arjuna Wiwaha
· Empu Dharmaja dengan karyanya Smaradhana
· Empu Prapanca dengan karyanya Negarakertagama
· Empu Tantular dengan karyanya Sutasoma.
·         Pengaruh Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran budi
pekerti berlandaskan ajaran agama Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan kasih sayang, kedamaian dan sikap saling menghargai sesama manusia mulai dikenal dan diamalkan oleh sebagian masyarakat Indonesia saat ini.
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang karena berawal dari hubungan dagang. Para pendeta tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di tempat inilah rakyat mendapat pengajaran. Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan lebih dan menghasilkan berbagai karya sastra.
Rakyat Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada yang lainnya. Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.
Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha, seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja Balaputra dewa mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar sebelum menuntut ilmu di Benggala (India).
7.        Kepercayaan
Sebelum masuk pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan dinamisme). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sinkritisme yaitu penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme dalam keagamaan Hindu-Budha. Contoh yaitu di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.
8.     Seni dan Budaya
Pengaruh kesenian India terhadap kesenian Indonesia terlihat jelas pada bidang-bidang dibawah ini:
§  Seni Bangunan
Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa.
§  Seni Rupa
Seni rupa tampak berupa patung dan relief.
Patung dapat kita lihat pada penemuan patung Budha berlanggam Gandara di Bangun Kutai. Serta patung Budha berlanggam Amarawati di Sikending (Sulawesi Selatan). Selain patung terdapat pula relief-relief pada dinding candi seperti pada Candi Borobudur ditemukan relief cerita sang Budha serta suasana alam Indonesia.
 
Proses akulturasi selama berabad-abad menimbulkan sinkretisme antara kedua agama tersebut dan unsur budaya asli hingga lahirlah agama baru yang dikenal sebagai Syiwa Buddha. Sinkretisme adalah paham atau aliran baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian dan keseimbangan. Aliran ini berkembang pesat pada abad ke-13 M. Penganutnya, antara lain, Raja Kertanegara dan Adityawarman. Sastra dan seni bangunan yang merupakan unsur kebudayaan material. Akulturasi budaya ini juga dapat kita saksikan dalam upacara-upacara ritual. Pelaksanaan proses akulturasi tersebut dilakukan oleh para cendekiawan, agamawan, arsitek, sastrawan istana, rakyat, dan para seniman.
Pemerintahan  telah terbentuk sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan seorang kepala suku. Sistem pemerintahan seorang kepala suku berlangsung secara demokratis, dimana salah seorang kepala suku merupakan pimpinan yang dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota suku lain. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala suku, seperti seorang raja yang memerintah atas wilayah kerajaannya secara turun temurun. Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan keturunan.
Sejak zaman purba Indonesia sudah terkenal dengan hasil bumi dan hasil tambangnya. Pada abad kedua Masehi, seorang penulis bangsa yunani bernama Claudius Ptolomeus telah mengatakan bahwa daerah Nusantara kaya dengan hasil beras, emas, perak, dan rempah-rempah. Semua itu merupakan faktor pendorong utama bagi pedagang India untuk merantau ke Indonesia dengan harapan memperoleh keuntungan lebih.

Hubungan dagang antara Indonesia dan India mengakibatkan masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia, baik pengaruh Hindu maupun Budha. Oleh karena itu pusat-pusat peradaban Hindu-Budha banyak ditemukan di wilayah Indonesia yang menjadi bagian dari jalur perdagangan kuno antara Cina dan India.
          Pada awalnya jalur perdagangan antara India dan Cina melewati Selat Malaka namun ada juga di antara mereka yang menyusuri sepanjang pantai Pulau Sumatra, Pantai Utara Jawa, pantai Timur Kalimantan dan terus ke Cina. Kawasan yang dilalui jalur perdagangan internasional seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian Kalimantan mempunyai kegiatan perdagangan yang ramai sehingga mengakibatkan kebudayaan Hindu-Budha tumbuh dengan subur kawasan tersebut.
          Agama Budha diperkirakan masuk ke Indonesia sejak abad kedua masehi dengan bukti ditemukannya patung dari perunggu di daerah Simpang Sulawesi Selatan, di Jember Jawa Timur dan di Bukit Siguntang Sumatera Selatan. 
          Ajaran agama Budha yang masuk ke Indonesia adalah aliran Mahayana yang berkembang pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Mataram pada masa Dinasti Syailendra akan tetapi dalam perkembangannya terjadi percampuran antara agama Hindu dan Budha, khususnya di Jawa Timur tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa unsur budaya lama masih dominan dalam semua lapisan masyarakat.


EmoticonEmoticon