Kata
Pengantar:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Segala puji bagi Allah yang
telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni
Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
"Sejarah Indonesia", yang kami sajikan dari berbagai sumber.
Makalah ini memuat tentang “Interaksi Pengaruh Hindu-Budha dengan Masyarakat
di Nusantara”. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan
tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada :
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra.
Budiastuti Sumaryati selaku Kepala SMA N 1 Purworejo
2. Bapak Muji Waluyo
selaku guru pembimbing sejarah
3. Orang tua kami
yang telah memberi dorongan dan motivasi
4. Teman-teman
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Purworejo, 3 Agustus 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Kurikulum pendidikan Indonesia kembali
mengalami perubahan. Kurikulum terbaru ini, diberi nama kurikulum 2013. Adapun
fokus dari kurikulum ini seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan, M. Nuh
dalam pengantar Buku Guru;
“Kurikulum 2013 dirancang untuk
memperkuat kompetensi peserta didik dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar dalam perumusan kompetensi
dasar tiap mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran
mencakup kompetensi dasar kelompok sikap, kompetensi dasar kelompok
pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok keterampilan. Semua mata pelajaran
dirancang mengikuti rumusan tersebut”.
Rupanya kementrian Pendidikan
Indonesia berusaha untuk merubah secara menyeluruh kurikulum sebelumnya. Fokus
utamanya adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Jadi, peserta didik
setidaknya harus memenuhi 4 fokus tersebut di semua pelajaran yang ditentukan.
Perubahan yang mencolok lainnya adalah
diberikannya porsi lebih untuk mata pelajara Sejarah Indonesia. Jika sebelumnya
pelajaran sejarah diberi porsi sedikit, maka kurikulum 2013 menjadikan pelajaran
sejarah sebagai kelompok Paket A alias kelompok pelajaran wajib (untuk
SMA/SMK).
Hal serupa pernah
terjadi ketika ada pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa.
Pelajaran ini muncul di era 80′an hingga awal 90′an. Pelajaran Sejarah ‘dipentingkan’. Namun, setelahnya Pelajaran Sejarah hanya menjadi pelengkap saja. Sudah
menjadi rahsia umum bahwa pelajaran sejarah identik dengan kantuk, cerita, dan
hafalan. Akhirnya disepelekan.
Porsi
pelajaran sejarah sedikit. Ironinya, ketika ada tes CPNS, tes masuk perguruan
tinggi, dan beberap tes lainnya, materi sejarah mendapat porsi besar. Mereka
yang sebelumnya menyepelekan akhirnya kelabakan, kebingungan. Karena mereka
tidak siap untuk menghadapi kenyataan bahwa materi Sejarah muncul pada tes.
Sejarah Indonesia bukan berisi materi
pembelajaran yang dirancang hanya untuk mengasah kompetensi pengetahuan peserta
didik. Sejarah Indonesia adalah mata pelajaran yang membekali peserta didik
dengan pengetahuan tentang dimensi ruang-waktu perjalanan sejarah Indonesia,
keterampilan dalam menyajikan pengetahuan yang dikuasainya secara konkret dan
abstrak, serta sikap menghargai jasa para pahlawan yang telah meletakkan
pondasi bangunan negara Indonesia beserta segala bentuk warisan sejarah, baik
benda maupun takbenda. Sehingga terbentuk pola pikir peserta didik yang sadar
sejarah.
Dari sana terlihat bahwa menanamkan
jiwa nasionalisme dan patriotik serta cinta tanah air menjadi fokus
pembelajaran. Mengapa demikian? karena saat ini, kita sudah lupa akan hal itu.
Dan sikap; rasa nasionalisme mulai luntur atau bahkan bisa dikatakan
lenyap.
Cara mengetesnya gampang, coba
tanyakan kepada diapa saja disekitar anda tentang bunyi teks Pancasila!?.
Bahkan tidak sedikit dari pejabat pemerintah dan wakil rakyat kita yang
terhormat itu, tidak hapal tentang bunyi teks Pancasila.
Golongan
pemuda pun sama saja. Mereka cenderung apatis; tidak peduli dengan hal-hal yang
berbau nasionalisme. Apalagi dengan kemunculan generasi ‘alay’. Hari-hari
mereka hanya diisi dengan hura-hura.
Nah, Kurikulum 2013 menugaskan kepada
guru Sejarah untuk mengembalikan rasa nasionalisme yang telah memudar.
Penanaman akar nasionalisme dengan cara menggali sejarah, kemudian dipupuk
dengan ilmu pengetahuan lainnya. Agar ‘tanaman’ muda itu bisa tumbuh menjadi
tanaman yang kokoh, kuat menahan hempasan badai, dan sekaligus mampu menjadi
tempat berteduh.
Interaksi Pengaruh
Hindu-Budha dengan Masyarakat di Nusantara.
Secara geografis Indonesia terletak dilintas jalur perdagangan
internasional melalui jalur laut yaitu India-Indonesia-Cina dan sebaliknya. Hal
itu telah di mulai sejak abad pertama Masehi. Berdasarkan bukti-bukti temuan
arkeologis, diperkirakan hubungan dagang antara indonesia dan India lebih
dahulu berkembang daripada hubungan dagang antara Indonesia dan Cina.
Fakta tentang “Proses Interaksi Pengaruh Hindu – Budha dengan Masyarakat
Indonesia” sebagai daerah yang dilalui jalur perdagangan memungkinkan bagi para
pedagang India untuk menetap tinggal di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia
guna menunggu musim yang baik. Mereka pun melakukan interaksi dengan penduduk
setempat di luar hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan agama
Hindu-Budha di Indonesia dapat dibedakan atas 3 periode sebagai berikut.
1. Periode Awal (Abad V-XI M)
Pada periode ini, unsur
Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa serta menonjol sedang unsur atau
ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak ditemukannya
patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa, dan Budha di kerajaan-kerajaan seperti
Kutai, Tarumanegara dan Mataram Kuno.
2. Periode Tengah (Abad XI-XVI M)
2. Periode Tengah (Abad XI-XVI M)
Pada periode ini unsur
Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal tersebut disebabkan karena unsur
Hindu-Budha melemah sedangkan unsur Indonesia kembali menonjol sehingga
keberadaan ini menyebabkan munculnya sinkretisme (perpaduan dua atau lebih
aliran). Hal ini terlihat pada peninggalan zaman kerajaaan Jawa Timur seperti
Singasari, Kediri, dan Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana yaitu
suatu aliran religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan Indonesia
asli dengan agama Hindu-Budha.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan hanya rumah dewa tetapi juga makam leluhur.
3. Periode Akhir (Abad XVI-sekarang)
Pada periode ini, unsur
Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan periode sebelumnya, sedangkan unsur
Hindu-Budha semakin surut karena perkembangan politik ekonomi di India. Di Bali
kita dapat melihat bahwa Candi yang menjadi pura tidak hanya untuk memuja dewa.
Roh nenek moyang dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa dalam agama Hindu
sebagai manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben sebagai objek
pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan lagi dari
India. Masuknya suatu kebudayaan asing ke dalam
lingkup suatu masyarakat dapat menimbulkan tiga kemungkinan: kedua kebudayaan itu akan
berakulturasi, berjauhan, atau salah satu hancur.
Akulturasi
kebudayaan adalah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang melakukan
kebudayaan baru. Akulturasi budaya Hindu-Buddha India dengan budaya asli
Nusantara secara damai melahirkan budaya baru yang disebut budaya Hindu-Buddha
Nusantara. Menghadapi proses akulturasi tersebut,
menurut para ahli, bangsa Indonesia bersikap pasif maupun aktif. Pada awalnya
bersikap pasif menerima ajaran-ajaran baru, di kemudian hari aktif mencari ilmu
hingga mengirim pelajarnya ke luar negeri dan mengundang brahmana dari luar
negeri untuk memberi pelajaran.
Beberapa hal yang menjadi alasan
diterimanya kebudayaan lain dari Hindu Budha ini adalah sebagai berikut:
Masyarakat Indonesia memiliki dasar-dasar
kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia
menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia. Bangsa Indonesia memiliki apa
yang disebut dengan istilah Local Genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk
menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolahnya sesuai dengan kepribadian
bangsa Indonesia.
Akulturasi
dari kebudayaan lama dengan Hindu-Budha dapat dilihat dari:
1. Segi Sosial
1. Segi Sosial
Sebelum masuknya Hindu-Budha ke Nusantara
masyarakat belum mengenal dengan apa yang namanya sistem pembagian masyarakat
atau kasta. Semua masyarakat pada masa itu memiliki kedudukan yang sama dan
masih hidup dalam suatu kelompok-kelompok tertentu. Namun setelah
masuknya unsur baru yang berupa Hindu-Budha ini kemudian masyarakat pada
masa itu kehidupan sosialnya berubah dan dibedakan atas sistem kasta.
2. Sistem Pemerintahan
Pada masa sebelum masuknya Hindu-Budha
masyarakat Nusantara mengenal sistem pemerintahan yang dipimpin oleh kepala
suku dan juga keturunannya. Kepala suku dipilih masyarakat atas kemampuannya
dalam berbagai hal misalnya kemampuan untuk mengalahkan musuh ataupun juga
dalam berburu hewan. Namun setelah masuknya pengaruh Hindu-Budha, sistem
pemerintahan berubah namun masih juga memiliki unsur budaya lokal, perubahan
ini menjadikan seorang raja memimpin sebuah wilayah atau negara. Perkembangan
itu menyesuaikan dengan yang ada di India karena India merupakan daerah awal
dimana Hindu-Budha tumbuh. Contohnya ialah nama Raja Kutai yang
pertama pada saat itu adalah Kudungga yang merupakan nama orang asli penduduk
pribumi pada masa itu, Kudungga merupakan seorang kepala suku. Namun
setelah itu nama anak dari Kudungga yaitu Aswawarman merupakan nama yang sudah
mendapat pengaruh India. Selain pemerintahan juga mendapat pengaruh dari India
yang dari kesukuan menjadi sebuah kerajaan.
3.
Kesenian
Di dalam kesenian ini akulturasi sangat
terlihat jelas seperti contohnya pada seni rupa ataupun patung dan juga relief
yang ada di Nusantara dulu sepeti pada relief di Candi Borobudur yang
menceritakan tentang bagaimana perjalanan Sang Budha Gautama. Bentuk akulturasi
dari kebudayaan ini dapat dilihat dari relief yang menggambarkan tentang
keadaan alam dan geografis dari wilayah Nusantara sendiri di masa lalu
seperti adanya hiasan burung merpati ataupun juga hiasan tentang gambar dari
perahu bercadik yang tidak kita temukan di India.
Dalam seni sastra akulturasi nampak
jelas seperti pada Sastra Jawa yang mengalami proses akulturasi dengan
kebudayaan India. Proses ini terjadi dengan penyerapan unsur-unsur kebudayaan
India terlihat dari prasasti yang menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa
Sansekerta. Namun seiring dengan bentuk akulturasinya dengan budaya lokal
kemudian dari huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta ini dikembangkan ke dalam
Bahasa Jawa Kuna ataupun bahasa yang lainnya yang masih dalam satu
konteks bahasa.
4.
Sistem Penanggalan
Kalender atau sistem penanggalan yang ada
di Nusantara yaitu yang menggunakan tahun Saka merupakan sistem penanggalan
yang mendapat pengaruh dari budaya yang ada di India. Tidak diketahui pasti
kapan nenek moyang mengenal sistem penanggalan dengan tahun saka ini. Namun
diduga orang India mengenalkan unsur-unsur kebudayaan tentang penanggalan ini
sejak menjelang abad ke 5 M yang kemudian diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Ini dapat dilihat Prasasti Tugu yang dikeluarkan Raja Purnawarman
dari Tarumanegara yang menyebutkan unsur-unsur penanggalan yakni tanggal 8
paruh gelap, bulan Phalgina dan 13 paruh terang bulan Caitra. Penanggalan yang
dilakukan oleh Purnawarman adalah untuk menandai pembangunan Sungai Gomati. Sebelum
mengenal sistem penanggalan Saka, nenek moyang dulu menggunakan rasi bintang
sebagai penanda misalnya para petani dulu untuk melihat perubahan musim dalam
setahun biasanya menggunakan gugusan bintang Weluku yang biasanya sekarang ini
nampak pada Bulan September sampai Maret. Namun setelah masuknya Hindu-Budha,
sistem penanggalan kemudian mendapat pengaruh yang signifikan yakni dengan
menggunakan tahun Saka sebagai sistem penanggalan yang digunakan oleh
masyarakat setempat.
5.
Arsitektur
Dalam segi arsitektur yang ada semacam
penyempurnaan bangunan setelah masuknya budaya Hindu-Budha. Pada awalnya
masyarakat Indonesia sebelum masuknya budaya Hindu-Budha sudah mengenal tentang
sistem arsitektur atau bangunan. Ini dapat dilihat dari adanya punden berundak
yang sering dikaitkan dengan budaya Animisme dan Dinamisme atau pemujaan
terhadap leluhur mereka. Namun seiring dengan adanya budaya Hindu-Budha yang
masuk ke wilayah Nusantara, budaya nenek moyang itu mengalami perkembangan yang
signifikan.
Perkembangan itu dapat dilihat dari Candi Borobudur ataupun juga bangunan di akhir masa Majapahit (abad 14 candi-candi di lereng Penanggungan, Arjuna, Lawu) dibangun dengan mengambil bentuk pundek berundak meskipun Majapahit merupakan kerajaan bercorak Budha. Ini dapat membuktikan adanya suatu bentuk akulturasi antara budaya asli nenek moyang dengan pengaruh Hindu-Budha.
Perkembangan itu dapat dilihat dari Candi Borobudur ataupun juga bangunan di akhir masa Majapahit (abad 14 candi-candi di lereng Penanggungan, Arjuna, Lawu) dibangun dengan mengambil bentuk pundek berundak meskipun Majapahit merupakan kerajaan bercorak Budha. Ini dapat membuktikan adanya suatu bentuk akulturasi antara budaya asli nenek moyang dengan pengaruh Hindu-Budha.
6.
Bidang Pendidikan
Masuknya Hindu-Budha juga
mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan. Sebab
sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan. Namun dengan masuknya
Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca dan
tulis.
Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :
Bukti pengaruh dalam pendidikan di Indonesia yaitu :
·
Dengan digunakannya
bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam
kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut
terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah mulai
digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan
turunan dari bahasa Sansekerta.
·
Telah dikenal juga
sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan
sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama Hindu-Budha.
Sistem pendidikan tersebut kemudian diadaptasi dan dikembangkan sebagai sistem
pendidikan yang banyak diterapkan di berbagai kerajaan di Indonesia.
·
Bukti lain tampak
dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi
yang merupakan interpretasi kisah-kisah dalam budaya
Hindu-Budha. Contoh :
· Empu Sedah dan
Panuluh dengan karyanya Bharatayudha
· Empu Kanwa dengan
karyanya Arjuna Wiwaha
· Empu Dharmaja dengan
karyanya Smaradhana
· Empu Prapanca dengan
karyanya Negarakertagama
· Empu Tantular dengan
karyanya Sutasoma.
·
Pengaruh Hindu Budha
nampak pula pada berkembangnya ajaran budi
pekerti berlandaskan ajaran agama Hindu-Budha.
Pendidikan tersebut menekankan kasih sayang, kedamaian dan sikap saling
menghargai sesama manusia mulai dikenal dan diamalkan oleh sebagian masyarakat
Indonesia saat ini.
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang karena berawal dari hubungan dagang. Para pendeta tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di tempat inilah rakyat mendapat pengajaran. Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan lebih dan menghasilkan berbagai karya sastra.
Rakyat Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada yang lainnya. Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.
Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha, seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja Balaputra dewa mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar sebelum menuntut ilmu di Benggala (India).
Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang karena berawal dari hubungan dagang. Para pendeta tersebut kemudian mendirikan tempat-tempat pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di tempat inilah rakyat mendapat pengajaran. Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu yang memiliki pengetahuan lebih dan menghasilkan berbagai karya sastra.
Rakyat Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan pada yang lainnya. Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat asal.
Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha, seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja Balaputra dewa mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar sebelum menuntut ilmu di Benggala (India).
7.
Kepercayaan
Sebelum masuk pengaruh
Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan memiliki kepercayaan
yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan dinamisme). Masuknya
agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha
walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti pemujaan terhadap arwah
nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam sinkritisme yaitu
penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme, totemisme dalam
keagamaan Hindu-Budha. Contoh yaitu
di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara
dari Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh
leluhur masih terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3
hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih
banyak hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Jawa.
8. Seni dan Budaya
8. Seni dan Budaya
Pengaruh kesenian India
terhadap kesenian Indonesia terlihat jelas pada bidang-bidang dibawah ini:
§
Seni Bangunan
Seni bangunan tampak pada
bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli bangsa Indonesia
dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya
bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum
yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha.
Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda yang
ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai
makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi
tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di
sekitar candi dalam bangunan stupa.
§ Seni
Rupa
Seni rupa tampak berupa
patung dan relief.
Patung dapat kita lihat pada penemuan patung Budha berlanggam Gandara di Bangun Kutai. Serta patung Budha berlanggam Amarawati di Sikending (Sulawesi Selatan). Selain patung terdapat pula relief-relief pada dinding candi seperti pada Candi Borobudur ditemukan relief cerita sang Budha serta suasana alam Indonesia.
Patung dapat kita lihat pada penemuan patung Budha berlanggam Gandara di Bangun Kutai. Serta patung Budha berlanggam Amarawati di Sikending (Sulawesi Selatan). Selain patung terdapat pula relief-relief pada dinding candi seperti pada Candi Borobudur ditemukan relief cerita sang Budha serta suasana alam Indonesia.
Proses akulturasi selama berabad-abad menimbulkan
sinkretisme antara kedua agama tersebut dan unsur budaya asli hingga lahirlah
agama baru yang dikenal sebagai Syiwa Buddha. Sinkretisme adalah paham atau
aliran baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham untuk mencari
keserasian dan keseimbangan. Aliran ini berkembang pesat pada abad ke-13 M.
Penganutnya, antara lain, Raja Kertanegara dan Adityawarman. Sastra dan seni
bangunan yang merupakan unsur kebudayaan material. Akulturasi budaya ini juga
dapat kita saksikan dalam upacara-upacara ritual. Pelaksanaan proses akulturasi
tersebut dilakukan oleh para cendekiawan, agamawan, arsitek, sastrawan istana,
rakyat, dan para seniman.
Pemerintahan
telah terbentuk sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia,
bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan seorang kepala
suku. Sistem pemerintahan seorang kepala suku berlangsung secara
demokratis, dimana salah seorang kepala suku merupakan pimpinan yang dipilih
dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota suku lain. Akan
tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddha, tata pemerintahan disesuaikan
dengan sistem pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala suku,
seperti seorang raja yang memerintah atas wilayah kerajaannya secara turun
temurun. Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan keturunan.
Sejak zaman purba Indonesia sudah terkenal
dengan hasil bumi dan hasil tambangnya. Pada abad kedua Masehi, seorang penulis
bangsa yunani bernama Claudius Ptolomeus telah mengatakan
bahwa daerah Nusantara kaya dengan hasil beras, emas, perak, dan rempah-rempah.
Semua itu merupakan faktor pendorong utama bagi pedagang India untuk merantau ke
Indonesia dengan harapan memperoleh keuntungan lebih.
Hubungan dagang antara Indonesia dan India
mengakibatkan masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia, baik pengaruh Hindu
maupun Budha. Oleh karena itu pusat-pusat peradaban Hindu-Budha banyak
ditemukan di wilayah Indonesia yang menjadi bagian dari jalur perdagangan kuno
antara Cina dan India.
Pada awalnya jalur perdagangan antara India dan Cina melewati Selat Malaka namun ada juga di antara mereka yang menyusuri sepanjang pantai Pulau Sumatra, Pantai Utara Jawa, pantai Timur Kalimantan dan terus ke Cina. Kawasan yang dilalui jalur perdagangan internasional seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian Kalimantan mempunyai kegiatan perdagangan yang ramai sehingga mengakibatkan kebudayaan Hindu-Budha tumbuh dengan subur kawasan tersebut.
Agama Budha diperkirakan masuk ke Indonesia sejak abad kedua masehi dengan bukti ditemukannya patung dari perunggu di daerah Simpang Sulawesi Selatan, di Jember Jawa Timur dan di Bukit Siguntang Sumatera Selatan.
Ajaran agama Budha yang masuk ke Indonesia adalah aliran Mahayana yang berkembang pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Mataram pada masa Dinasti Syailendra akan tetapi dalam perkembangannya terjadi percampuran antara agama Hindu dan Budha, khususnya di Jawa Timur tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa unsur budaya lama masih dominan dalam semua lapisan masyarakat.
Pada awalnya jalur perdagangan antara India dan Cina melewati Selat Malaka namun ada juga di antara mereka yang menyusuri sepanjang pantai Pulau Sumatra, Pantai Utara Jawa, pantai Timur Kalimantan dan terus ke Cina. Kawasan yang dilalui jalur perdagangan internasional seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian Kalimantan mempunyai kegiatan perdagangan yang ramai sehingga mengakibatkan kebudayaan Hindu-Budha tumbuh dengan subur kawasan tersebut.
Agama Budha diperkirakan masuk ke Indonesia sejak abad kedua masehi dengan bukti ditemukannya patung dari perunggu di daerah Simpang Sulawesi Selatan, di Jember Jawa Timur dan di Bukit Siguntang Sumatera Selatan.
Ajaran agama Budha yang masuk ke Indonesia adalah aliran Mahayana yang berkembang pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Mataram pada masa Dinasti Syailendra akan tetapi dalam perkembangannya terjadi percampuran antara agama Hindu dan Budha, khususnya di Jawa Timur tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa unsur budaya lama masih dominan dalam semua lapisan masyarakat.
EmoticonEmoticon